![]() |
FLORENCE NIGHTINGALE |
Florence
Nightingale (lahir di
Florence, Italia, 12 Mei 1820 – meninggal di London,
Inggris, 13 Agustus 1910
pada umur 90 tahun) adalah pelopor perawat modern, penulis dan ahli statistik.[1] Ia dikenal dengan nama Bidadari Berlampu (bahasa Inggris The Lady With The Lamp) atas jasanya
yang tanpa kenal takut mengumpulkan korban perang pada perang Krimea, di semenanjung Krimea, Rusia.
Florence Nightingale menghidupkan kembali konsep penjagaan
kebersihan rumah sakit dan kiat-kiat juru rawat. Ia memberikan penekanan kepada
pemerhatian teliti terhadap keperluan pasien dan penyusunan laporan mendetil
menggunakan statistik sebagai argumentasi perubahan ke arah yang lebih baik
pada bidang keperawatan di hadapan pemerintahan Inggris.
Masa
kecil
Florence Nightingale
lahir di Firenze, Italia pada tanggal 12 Mei 1820 dan dibesarkan dalam keluarga yang berada. Namanya diambil
dari kota tempat ia dilahirkan.[2] Nama depannya, Florence merujuk kepada kota
kelahirannya, Firenze dalam bahasa Italia atau Florence dalam bahasa Inggris.
Semasa kecilnya ia
tinggal di Lea Hurst, sebuah rumah besar dan mewah milik ayahnya,
William Nightingale yang merupakan seorang tuan tanah kaya di Derbyshire, London,
Inggris. Sementara ibunya adalah keturunan ningrat dan
keluarga Nightingale adalah keluarga terpandang. Florence Nightingale memiliki
seorang saudara perempuan bernama Parthenope.
Pada masa remaja
mulai terlihat perilaku mereka yang kontras dan Parthenope hidup sesuai dengan
martabatnya sebagai putri seorang tuan tanah. Pada masa itu wanita ningrat,
kaya, dan berpendidikan aktivitasnya cenderung bersenang-senang saja dan malas,
sementara Florence lebih banyak keluar rumah dan membantu warga sekitar yang membutuhkan.
Perjalanan
ke Jerman
Pada tahun 1846
ia mengunjungi Kaiserswerth,
Jerman, dan mengenal lebih jauh tentang rumah sakit modern
pionir yang dipelopori oleh Pendeta Theodor Fliedner dan istrinya dan dikelola
oleh biarawati Lutheran (Katolik).
Di sana Florence
Nightingale terpesona akan komitmen dan kepedulian yang dipraktekkan oleh para
biarawati kepada pasien.
Ia jatuh cinta pada
pekerjaan sosial keperawatan, serta pulang ke Inggris dengan membawa angan-angan tersebut.
Belajar
merawat
Florence Nightingale sewaktu masih muda.
Pada usia dewasa
Florence yang lebih cantik dari kakaknya, dan sebagai seorang putri tuan tanah
yang kaya, mendapat banyak lamaran untuk menikah. Namun semua itu ia tolak,
karena Florence merasa "terpanggil" untuk mengurus hal-hal yang
berkaitan dengan kemanusiaan.
Pada tahun 1851,
kala menginjak usia 31 tahun, ia dilamar oleh Richard Monckton Milnes seorang penyair dan seorang ningrat (Baron
of Houghton), lamaran inipun ia tolak karena ditahun itu ia sudah
membulatkan tekad untuk mengabdikan dirinya pada dunia keperawatan.
Ditentang
oleh keluarga
Keinginan ini
ditentang keras oleh ibunya dan kakaknya. Hal ini dikarenakan pada masa itu di Inggris, perawat adalah pekerjaan hina dan sebuah rumah sakit
adalah tempat yang jorok. Banyak orang memanggil dokter untuk datang ke rumah
dan dirawat di rumah.
Perawat pada masa itu hina karena:
- Perawat disamakan dengan wanita tuna susila atau "buntut" (keluarga tentara yang miskin) yang mengikuti kemana tentara pergi.
- Profesi perawat banyak berhadapan langsung dengan tubuh dalam keadaan terbuka, sehingga dianggap profesi ini bukan profesi sopan wanita baik-baik dan banyak pasien memperlakukan wanita tidak berpendidikan yang berada di rumah sakit dengan tidak senonoh
- Perawat di Inggris pada masa itu lebih banyak laki-laki daripada perempuan karena alasan-alasan tersebut di atas.
- Perawat masa itu lebih sering berfungsi sebagai tukang masak.
Argumentasi Florence
bahwa di Jerman perawatan bisa dilakukan dengan baik tanpa
merendahkan profesi perawat patah, karena saat itu di Jerman
perawat juga biarawati Katolik yang sudah disumpah untuk tidak menikah dan hal ini
juga secara langsung melindungi mereka dari perlakuan yang tidak hormat dari
pasiennya.
Walaupun ayahnya
setuju bila Florence membaktikan diri untuk kemanusiaan, namun ia tidak setuju
bila Florence menjadi perawat di rumah sakit. Ia tidak dapat membayangkan anaknya bekerja di
tempat yang menjijikkan. Ia menganjurkan agar Florence pergi berjalan-jalan
keluar negeri untuk menenangkan pikiran.
Tetapi Florence
berkeras dan tetap pergi ke Kaiserswerth,
Jerman untuk mendapatkan pelatihan bersama biarawati di sana. Selama empat bulan ia belajar di Kaiserwerth,
Jerman di bawah tekanan dari keluarganya yang takut akan
implikasi sosial yang timbul dari seorang gadis yang menjadi perawat dan latar
belakang rumah sakit yang Katolik sementara keluarga Florence adalah
Kristen Protestan.
Selain di Jerman,
Florence Nightingale juga pernah bekerja di rumah sakit untuk orang miskin di Perancis.
Kembali
ke Inggris
Pada tanggal 12 Agustus 1853, Nightingale kembali ke London
dan mendapat pekerjaan sebagai pengawas bagian keperawatan di Institute for the Care of Sick Gentlewomen,
sebuah rumah sakit kecil yang terletak di Upper Harley
Street, London, posisi yang ia tekuni hingga bulan Oktober 1854. Ayahnya memberinya ₤500 per tahun (setara
dengan ₤ 25,000 atau Rp. 425 juta pada masa sekarang), sehingga Florence dapat
hidup dengan nyaman dan meniti karirnya.
Di sini ia
beragumentasi sengit dengan Komite Rumah Sakit karena mereka menolak pasien
yang beragama Katolik. Florence mengancam akan mengundurkan diri, kecuali
bila komite ini mengubah peraturan tersebut dan memberinya izin tertulis bahwa;
“
|
”
|
Komite Rumah Sakit
pun mengubah peraturan tersebut sesuai permintaan Florence.
Perang
Krimea
Pada 1854
berkobarlah peperangan di Semenanjung Krimea.
Tentara Inggris bersama tentara Perancis berhadapan dengan tentara Rusia.
Banyak prajurit yang gugur dalam pertempuran, namun yang lebih menyedihkan lagi
adalah tidak adanya perawatan untuk para prajurit yang sakit
dan luka-luka.
Keadaan memuncak
ketika seorang wartawan bernama William Russel
pergi ke Krimea. Dalam tulisannya untuk harian TIME ia menuliskan bagaimana prajurit-prajurit yang
luka bergelimpangan di tanah tanpa diberi perawatan sama sekali dan bertanya, "Apakah Inggris tidak memiliki wanita yang mau mengabdikan dirinya
dalam melakukan pekerjaan kemanusiaan yang mulia ini?".
Hati rakyat Inggrispun tergugah oleh tulisan tersebut. Florence merasa
masanya telah tiba, ia pun menulis surat kepada menteri penerangan saat itu, Sidney Herbert,
untuk menjadi sukarelawan.
Pada pertemuan dengan
Sidney Herbert
terungkap bahwa Florence adalah satu-satunya wanita yang mendaftarkan diri. Di Krimea
prajurit-prajurit banyak yang mati bukan karena peluru dan bom, namun karena
tidak adanya perawatan, dan perawat pria jumlahnya tidak memadai. Ia meminta
Florence untuk memimpin gadis-gadis sukarelawan dan Florence menyanggupi.
Pada tanggal 21 Oktober 1854 bersama 38 gadis sukarelawan yang dilatih
oleh Nightingale dan termasuk bibinya Mai Smith,[3] berangkat ke Turki menumpang sebuah kapal.
![]() |
Florence Nightingale sewaktu masih muda |
Gedung Barak Rumah Sakit di Scutari sekarang
Pada tanggal November 1854 mereka mendarat di sebuah rumah sakit
pinggir pantai di Scutari. Saat tiba
di sana kenyataan yang mereka hadapi lebih mengerikan dari apa yang mereka
bayangkan.
Beberapa gadis
sukarelawan terguncang jiwanya dan tidak dapat langsung bekerja karena cemas,
semua ruangan penuh sesak dengan prajurit-prajurit yang terluka, dan
beratus-ratus prajurit bergelimpangan di halaman luar tanpa tempat berteduh dan
tanpa ada yang merawat.
Dokter-dokter
bekerja cepat pada saat pembedahan, mereka memotong tangan, kaki, dan
mengamputasi apa saja yang membahayakan hidup pemilik, potongan-potongan tubuh
tersebut ditumpuk begitu saja diluar jendela dan tidak ada tenaga untuk
membuangnya jauh-jauh ke tempat lain. Bekas tangan dan kaki yang berlumuran
darah menggunung menjadi satu dan mengeluarkan bau tak sedap.
Florence diajak
mengelilingi neraka tersebut oleh Mayor Prince,
dokter kepala rumah sakit tersebut dan menyanggupi untuk membantu.
Florence melakukan
perubahan-perubahan penting. Ia mengatur tempat-tempat tidur para penderita di
dalam rumah sakit, dan menyusun tempat para penderita yang bergelimpangan di
luar rumah sakit. Ia mengusahakan agar penderita yang berada di luar paling
tidak bernaung di bawah pohon dan menugaskan pendirian tenda.
![]() |
Ilustrasi Rumah Sakit di Scutari |
Penjagaan dilakukan
secara teliti, perawatan dilakukan dengan cermat;
- Perban diganti secara berkala.
- Obat diberikan pada waktunya.
- Lantai rumah sakit dipel setiap hari.
- Meja kursi dibersihkan.
- Baju-baju kotor dicuci dengan mengerahkan tenaga bantuan dari penduduk setempat.
Akhirnya gunungan
potongan tubuh, daging, dan tulang-belulang manusiapun selesai dibersihkan,
mereka dibuang jauh-jauh atau ditanam.
Dalam waktu sebulan
rumah sakit sudah berubah sama sekali, walaupun baunya belum hilang seluruhnya
namun jerit dan rintihan prajurit yang luka sudah jauh berkurang. Para perawat sukarelawan bekerja tanpa kenal lelah hilir-mudik di
bawah pengawasan Florence Nightingale.
Ia juga menangani perawat-perawat
lain dengan tangan besi, bahkan mengunci mereka dari luar pada malam hari. Ini
dilakukan untuk membuktikan pada orang tua mereka di tingkat ekonomi menengah,
bahwa dengan disiplin yang keras dan di bawah kepemimpinan kuat seorang wanita,
anak-anak mereka bisa dilindungi dari kemungkinan serangan seksual.
Ketakutan akan hal
inilah yang membuat ibu-ibu di Inggris menentang anak perempuan mereka
menjadi perawat, dan menyebabkan rumah sakit di Inggris ketinggalan dibandingkan di benua Eropa
lainnya dimana profesi keperawatan dilakukan oleh biarawati dan biarawati-biarawati ini berada dibawah
pengawasan Biarawati Kepala.
Pada malam hari saat perawat lain beristirahat dan memulihkan diri, Florence
menuliskan pengalamannya dan cita-citanya tentang dunia keperawatan, dan obat-obatan yang ia ketahui.
Namun, kerja keras
Florence membersihkan rumah sakit tidak berpengaruh banyak pada jumlah kematian
prajurit, malah sebaliknya, angka kematian malah meningkat menjadi yang terbanyak
dibandingkan rumah sakit lainnya di daerah tersebut. Pada masa musim dingin pertama Florence berada di sana sejumlah 4077
prajurit meninggal dirumah sakit tersebut. Sebanyak 10 kali lipat prajurit
malah meninggal karena penyakit seperti; tipes,
tifoid, kolera, dan disentri dibandingkan dengan kematian akibat luka-luka saat
perang. Kondisi di rumah sakit tersebut menjadi sangat fatal karena jumlah
pasien melimpah lebih banyak dari yang mungkin bisa ditampung, hal ini
menyebabkan sistem pembuangan limbah dan ventilasi udara memburuk.
Pada bulan bulan Maret
1855,
hampir enam bulan setelah Florence Nightingale datang, komisi kebersihan Inggris datang dan memperbaiki sistem pembuangan limbah dan
sirkulasi udara, sejak saat itu tingkat kematian menurun drastis.
Namun Florence tetap
percaya saat itu bahwa tingkat kematian disebabkan oleh nutrisi yang kurang
dari suplai makanan dan beratnya beban pekerjaan tentara. Pemikiran ini baru
berubah saat Florence kembali ke Inggris dan mengumpulkan bukti dihadapan
Komisi Kerajaan untuk Kesehatan Tentara Inggris (Royal Commission on the Health of the Army),
akhirnya ia diyakinkan bahwa saat itu para prajurit di rumah sakit meninggal
akibat kondisi rumah sakit yang kotor dan memprihatinkan.
Hal ini berpengaruh
pada karirnya di kemudian hari dimana ia gigih mengkampanyekan kebersihan
lingkungan sebagai hal yang utama. Kampanye ini berhasil dinilai dari turunnya
angka kematian prajurit pada saat damai (tidak sedang berperang) dan
menunjukkan betapa pentingnya disain sistem pembuangan limbah dan ventilasi
udara sebuah rumah sakit.
Bidadari
berlampu
Pada suatu kali, saat
pertempuran dahsyat di luar kota telah berlalu, seorang bintara datang dan melapor pada Florence bahwa dari kedua
belah pihak korban yang berjatuhan banyak sekali.
Florence menanti
rombongan pertama, namun ternyata jumlahnya sedikit, ia bertanya pada bintara
tersebut apa yang terjadi dengan korban lainnya. Bintara tersebut mengatakan
bahwa korban selanjutnya harus menunggu sampai besok karena sudah terlanjur
gelap.
Florence memaksa
bintara tersebut untuk mengantarnya ke bekas medan
pertempuran untuk mengumpulkan korban yang masih bisa diselamatkan
karena bila mereka menunggu hingga esok hari korban-korban tersebut bisa mati
kehabisan darah.
Saat bintara tersebut
terlihat enggan, Florence mengancam akan melaporkannya kepada Mayor Prince.
Berangkatlah mereka
berenam ke bekas medan pertempuran, semuanya pria, hanya Florence satu-satunya
wanita. Florence dengan berbekal lentera membalik dan memeriksa tubuh-tubuh
yang bergelimpangan, membawa siapa saja yang masih hidup dan masih bisa
diselamatkan, termasuk prajurit Rusia.
Malam itu mereka
kembali dengan membawa lima belas prajurit, dua belas prajurit Inggris dan tiga prajurit Rusia.
Semenjak saat itu
setiap terjadi pertempuran, pada malam harinya Florence berkeliling dengan
lampu untuk mencari prajurit-prajurit yang masih hidup dan mulailah ia terkenal
sebagai bidadari berlampu yang menolong di gelap gulita. Banyak nyawa
tertolong yang seharusnya sudah meninggal.
Selama perang Krimea,
Florence Nightingale mendapatkan nama "Bidadari Berlampu".[4] Pada tahun 1857 Henry Longfellow, seorang penyair AS, menulis puisi tentang
Florence Nightingale berjudul "Santa Filomena", yang
melukiskan bagaimana ia menjaga prajurit-prajurit di rumah sakit tentara pada
malam hari, sendirian, dengan membawa lampu.
“
|
Pada jam-jam penuh
penderitaan itu, datanglah bidadari berlampu untukku.
|
”
|
Pulang
ke Inggris
Florence Nightingale
kembali ke Inggris sebagai pahlawan pada tanggal 7 Agustus 1857, semua orang tahu siapa Florence
Nightingale dan apa yang ia lakukan ketika ia berada di medan pertempuran
Krimea, dan menurut BBC, ia merupakan salah satu tokoh yang paling terkenal
setelah Ratu Victoria sendiri. Nightingale pindah
dari rumah keluarganya di Middle Claydon,
Buckinghamshire, ke Burlington Hotel di Piccadilly.
Namun, ia terkena demam, yang disebabkan oleh Bruselosis ("demam Krimea") yang menyerangnya selama
perang Krimea.[5] Dia memalangi ibu dan saudara perempuannya dari
kamarnya dan jarang meninggalkannya.
Sebagai respon pada
sebuah undangan dari Ratu Victoria - dan meskipun terdapat keterbatasan
kurungan pada ruangannya - Nightingale memainkan peran utama dalam pendirian Komisi Kerajaan
untuk Kesehatan Tentara Inggris, dengan Sidney Herbert menjadi ketua. Sebagai
wanita, Nightingale tidak dapat ditunjuk untuk Komisi Kerajaan, tetapi ia menulis
laporan 1.000 halaman lebih yang termasuk laporan statistik mendetail, dan ia
merupakan alat implementasi rekomendasinya. Laporan Komisi Kerajaan membuat
adanya pemeriksaan tentara militer, dan didirikannya Sekolah Medis Angkatan
Bersenjata dan sistem rekam medik
angkatan bersenjata.
Karier
selanjutnya
Ketika ia masih di Turki,
pada tanggal 29 November 1855,
publik bertemu untuk memberikan pengakuan pada Florence Nightingale untuk hasil
kerjanya pada perang yang membuat didirikannya Dana Nightingale untuk pelatihan
perawat. Sidney Herbert
menjadi sekretaris honorari dana, dan Adipati Cambridge
menjadi ketua. Sekembalinya Florence ke London,
ia diundang oleh tokoh-tokoh masyarakat. Mereka mendirikan sebuah badan bernama
"Dana Nightingale", dimana Sidney Herbert
menjadi Sekertaris Kehormatan dan Adipati Cambridge menjadi Ketuanya. Badan
tersebut berhasil mengumpulkan dana yang besar sekali sejumlah ₤ 45.000 sebagai
rasa terima kasih orang-orang Inggris karena Florence Nightingale
berhasil menyeamatkan banyak jiwa dari kematian.
Florence menggunakan
uang itu untuk membangun sebuah sekolah perawat khusus untuk wanita yang
pertama, saat itu bahkan perawat-perawat pria pun jarang ada yang
berpendidikan.
Florence berargumen
bahwa dengan adanya sekolah perawat, maka profesi perawat akan menjadi lebih dihargai, ibu-ibu dari keluarga
baik-baik akan mengijinkan anak-anak perempuannya untuk bersekolah di sana dan
masyarakat akan lain sikapnya menghadapi seseorang yang terdidik.
Sekolah tersebut pun
didirikan di lingkungan rumah sakit St. Thomas
Hospital, London. Dunia kesehatan pun menyambut baik
pembukaan sekolah perawat tersebut.
Saat dibuka pada
tanggal 9 Juli 1860 berpuluh-puluh gadis dari kalangan baik-baik mendaftarkan
diri, perjuangan Florence di Semenanjung Krimea
telah menghilangkan gambaran lama tentang perempuan perawat. Dengan
didirikannya sekolah perawat tersebut telah diletakkan dasar baru tentang
perawat terdidik dan dimulailah masa baru dalam dunia perawatan orang sakit.
Kini sekolah tersebut dinamakan Sekolah Perawat dan Kebidanan Florence Nightingale (Florence
Nightingale School of Nursing and Midwifery) dan merupakan bagian dari
Akademi King College London.
Sebagai pimpinan
sekolah Florence mengatur sekolah itu dengan sebaik mungkin. Tulisannya
mengenai dunia keperawatan dan cara mengaturnya dijadikan bahan pelajaran di
sekolah tersebut.
Saat tiba waktunya
anak-anak didik pertama Florence menamatkan sekolahnya, berpuluh-puluh tenaga
pemudi habis diambil oleh rumah sakit sekitar, padahal rumah sakit
yang lain banyak meminta bagian.
Perawat lulusan sekolah Florence pertama kali bekerja pada Rumah Sakit Liverpool Workhouse Infirmary. Ia juga berkampanye
dan menggalang dana untuk rumah sakit Royal Buckinghamshire di Aylesbury dekat
rumah tinggal keluarganya.
Dengan perawat-perawat terdidik, era baru perawatan secara modernpun
diterapkan ditempat-tempat tersebut.
Dunia menjadi
tergugah dan ingin meniru. Mereka mengirimkan gadis-gadis berbakat untuk
dididik di sekolah tersebut dan sesudah tamat mereka diharuskan mendirikan
sekolah serupa di negerinya masing-masing.
Pada tahun 1882 perawat-perawat yang lulus dari sekolah Florence telah tumbuh
dan mengembangkan pengaruh mereka pada awal-awal pengembangan profesi keperawatan. Beberapa dari mereka telah diangkat menjadi perawat
senior (matron), termasuk di rumah sakit-rumah sakit London seperti St.
Mary's Hospital, Westminster Hospital, St Marylebone Workhouse Infirmary dan
the Hospital for Incurables (Putney); dan
diseluruh Inggris, seperti: Royal Victoria Hospital, Netley; Edinburgh
Royal Infirmary; Cumberland Infirmary; Liverpool Royal Infirmary dan juga di
Sydney Hospital, di New South Wales, Australia.
Orang sakit menjadi
pihak yang paling beruntung di sini, disamping mereka mendapatkan perawatan
yang baik dan memuaskan, angka kematian dapat ditekan serendah mungkin. Buku
dan buah pikiran Florence Nightingale menjadi sangat bermanfaat dalam hal ini.
Pada tahun 1860
Florence menulis buku Catatan tentang Keperawatan (Notes on Nursing)
buku setebal 136 halaman ini menjadi buku acuan pada kurikulum di sekolah Florence dan sekolah keperawatan lainnya. Buku ini juga menjadi populer di kalangan
orang awam dan terjual jutaan eksemplar di seluruh dunia.
Pada tahun 1869,
Nightingale dan Elizabeth Blackwell mendirikan Universitas Medis Wanita.
Pada tahun 1870-an,
Linda Richards,
"perawat terlatih pertama Amerika", berkonsultasi dengan Florence Nightingale di Inggris, dan membuat Linda
kembali ke Amerika Serikat dengan
pelatihan dan pengetahuan memadai untuk mendirikan sekolah perawat. Linda Richards
menjadi pelopor perawat di Amerika Serikat dan Jepang.
Pada tahun 1883
Florence dianugrahkan medali Palang Merah
Kerajaan (The Royal Red Cross) oleh Ratu Victoria.
Pada tahun 1907
pada umurnya yang ke 87 tahun Raja Inggris, di hadapan beratus-ratus undangan menganugerahkan
Florence Nightingale dengan bintang jasa The Order Of
Merit dan Florence Nightingale menjadi wanita pertama yang
menerima bintang tanda jasa ini.
Nightingale adalah
seorang universalis
Kristen.[6] Pada tanggal 7 Februari 1837 – tidak lama sebelum ulang tahunnya ke-17
– sesuatu terjadi yang akan mengubah hidupnya: ia menulis, "Tuhan
berbicara padaku dan memanggilku untuk melayani-Nya."[7]
Meninggal
dunia
Florence Nightingale
meninggal dunia di usia 90 tahun pada tanggal 13 Agustus 1910. Keluarganya menolak untuk memakamkannya
di Westminster Abbey, dan ia
dimakamkan di Gereja St. Margaret yang terletak di East Wellow, Hampshire, Inggris.[1][8][9]
Catatan
kaki
1.
^ a b "Miss Nightingale Dies, Aged
Ninety". The
New York Times. 1910-08-15. Diakses 2007-07-21. "Florence
Nightingale, perawat terkenal saat perang Krimea, dan satu-satunya wanita yang
menerima Order of
Merit, meninggal kemarin siang di rumahnya di London. Walaupun ia
sudah lama menderita cacat, jarang meninggalkan ruangannya, tempat ia
melewatkan musim dalam posisi setengah berbaring, dan di bawah perewatan
terus-menerus dari seorang dokter, kematiannya tak terduga. Minggu lalu, ia
agak sakit, tetapi lalu bertambah, dan pada Jumat ia riang. Selama malam itu
gejala berkembang, dan dia lambat laun tenggelam sampai jam 2 Sabtu siang,
ketika akhir hidupnya tiba."
2.
^
Kakak perempuan Florence, Parthenope juga dinamai berdasarkan nama tempat
kelahirannya; Parthenope adalah perumahan Yunani yang merupakan bagian dari kota Naples.
3.
^
Gill, Christopher J.; Gillian C. Gill (2005). "Nightingale in Scutari: Her
Legacy Reexamined". Clinical Infectious Diseases 40:
1799–1805. Diakses 2007-10-07.
4.
^
Cited in Cook, E. T. The Life of Florence Nightingale(1913) Vol 1, p
237.
5.
^ Florence Nightingale's fever.
BMJ 1995;311:1697-1700
6.
^ Florence Nightengale at Tentmaker.org.
Diakses pada 13 Juli 2007.
7.
^
Rev. Ed Hird. "Thank God for Nurses!"
(dalam bahasa dalam bahasa
Inggris). Diakses 2007-12-31.
Referensi
- Wikipedia. (2013). http://id.wikipedia.org/wiki/Florence_Nightingale accessed 24 April 2014.
- (Inggris) Baly, Monica E. and H. C. G. Matthew, "Nightingale, Florence (1820–1910)"; Oxford Dictionary of National Biography, Oxford University Press (2004); online edn, May 2005 accessed 28 Oct 2006
- (Inggris) Pugh, Martin; The march of the women: A revisionist analysis of the campaign for women's suffrage 1866-1914, Oxford (2000), at 55.
- (Indonesia) Soeroto, A. Florence Nightingale, Bidadari Berlampu. Penerbit Djambatan. Seri "Kisah orang-orang yang telah berjasa". Cetakan pertama 1974. ISBN 979-428-073-9.
- (Inggris) Sokoloff, Nancy Boyd.; Three Victorian women who changed their world, Macmillan, London (1982)
- (Inggris) Webb, Val; The Making of a Radical Theologician, Chalice Press (2002)
- (Inggris) Woodham Smith, Cecil; Florence Nightingale, Penguin (1951), rev. 1955
0 komentar:
Posting Komentar