=ELIMINASI ALVI (BOWEL)=
A. Definisi
Eliminasi bowel (alvi) adalah pembuangan
sisa metabolisme makanan dari dalam tubuh yang tidak dibutuhkan lagi dalam
bentuk bowel (feses). Organ-organ yang berperan dalam pembuangan. eleminasai
bowel adalah Saluran Gastrointestinal yang dimulai dari mulut sampai anus.
B. Dalam proses defekasi terjadi dua macam refleks yaitu :
1. Refleks defekasi intrinsic Refleks ini berawal dari feses yang masuk rectum
yang kemudian menyebabkan rangsangan pada fleksus ingentikus dan terjadilah
gerakan peristaltik. Setelah feses tibadi anus secara sistematis
spingter interna relaksasi maka terjadi defekasi.
2. Refleks Defekasi Parasimpatis Feses yang masuk ke rectum akan merangsang
saraf rectum yang kemudian diteruskan ke spinal coral,dan dari sini kemudian
dikembalikan ke kolon desenden,sigmoid
dan rectum yang menyebabkan intensifnya peristaltik. Relaksasi spinter
internamaka terjadilah defekasi. Dorongan feses juga dipengaruhi oleh kontrol
abdomen, disfragma, dan kontraksi otot.
=INKONTINENSIA ALVI=
A. Definisi
Inkontinensia alvi (inkontinensia
feses) adalah ketidakmampuan untuk mengontrol buang air besar, menyebabkan
tinja (feses) keluar tak terduga dari anus. Inkontinensia alvi juga disebut
inkontinensia usus. Inkontinensia alvi berkisar dari terjadi sesekali saat
duduk hingga sampai benar-benar kehilangan kendali.
B. Etiologi
Penyebab utama timbulnya
inkontinensia alvi adalah masalah sembelit, diare, penggunaan pencahar yang
berlebihan, gangguan saraf seperti demensia dan strok serta gangguan kolorektum
seperti diare, neuropati diabetik, dan kerusakan sfingter rektum.
Inkontinensia alvi bisa terjadi
karena sfingter anus yang lemah dikaitkan dengan penuaan atau cedera pada saraf
dan otot-otot rektum dan anus.
Inkontinensia alvi bisa terjadi
selama serangan diare atau jika feses yang keras terperangkap di rektum (impaksi
tinja).
Inkontinensia alvi yang menetap bisa
terjadi pada :
a. orang yang mengalami cedera anus atau urat saraf tulang
belakang
b. prolapsus rektum (penonjolan lapisan rektum melalui
anus)
c. pikun
d. cedera neurologis pada kencing manis
e. tumor anus
f. cedera di panggul karena persalinan.
Penyebab inkontinensia feses dapat dibagi dalam 4
kelompok ( Brocklehurst dkk,1987, kane dkk,1989 ) adalah;
a. Inkontinensia Feses Akibat Konstipasi
· Obstipasi yang berlangsung lama dapat
mengakibatkan sumbatan/impaksi dari masa feses yang keras (skibala). Masa feses
yang tidak dapat keluar ini akan menyumbat lumen bawah dari anus dan
menyebabkan perubahan dari besarnya sudut ano rektal. Kemampuan sensor menumpul
dan tidak dapat membedakan antara flatus, cairan atau feses. Akibatnya feses
yang cair akan merebes keluar.
· Skibala yang terjadi dapat juga menyebabkan
iritasi pada mukosa rektum dan terjadi produksi cairan dan mukus, yang
selanjutnya melalui sela-sela dari feses yang impaksi akan keluar dan terjadi
inkontinensia feses.
b. Inkontinensia Feses Simtomatik
· inkontinensia feses simtomatik dapat merupakan
penampilan klinis dari macam-macam kelainan patologis yang dapat menyebabkan
diare. Keadaan ini mungkin dipermudah dengan adanya perubahan berkaitan dengan
bertambahnya usia dari proses kontrol yang rumit pada fungsi sfingter terhadap
feses yang cair, dan gangguan pada saluran anus bagian atas dalam membedakan
flatus dan feses yang cair.
· Penyebab yang paling umum dari diare pada usia
lanjut adalah obat-obatan antara lain yang mengandung unsur besi atau memang
akibat obat pencahar
c. Inkontinensia Feses Akibat Gangguan Kontrol Persyarafan
Dari Proses Defekasi (Inkontinensia Neurogenik)
Inkontinensia neurogenik terjadi
akibat gangguan fungsi menghambat dari korteks serebri saat terjadi
regangan/distensi rektum. Proses normal dari defekasi melalui refleks
gastro-kolon. Beberapa menit setelah makanan sampai di lambung, akan
menyebabkan pergerakan feses dari kolon desenden ke arah rektum. Distensi
rektum akan diikuti relaksasi sfingter interna. Dan seperti halnya kandung
kemih, tidak terjadi kontraksi intrinsik dari rektum pada orang dewasa normal,
karena adanya inhibisi atau hambatan dari pusat di korteks serebri.
d. Inkontinensia Feses Akibat Hilangnya Refleks Anal
· Inkontinensia feses terjadi akibat hilangnya
refleks anal, disertai kelemahan otot-otot seran lintang.
-
Parks, Henry dan Swash dalam penelitiannya (seperti
dikutip oleh Brocklehurst dkk,1987), menunjukkan berkurangnya unit-unit yang
berfungsi motorik pada otot-otot daerah sfingter dan purbo rektal. Keadaan ini
menyebabkan hilangnya refleksi anal, berkurangnya sensasi pada anus disertai
menurunnya tonus anus. Hal ini dapat berakibat inkontinensia feses pada
peningkatan tekanan intraabdomen dan prolaps dari rektum.
C. Patofisiologi
Gejala bisa berupa merembesnya feses
cair yang disertai dengan buang gas dari dubur atau penderita sama sekali tidak
dapat mengendalikan keluarnya feses. Umumnya,orang dewasa tidak mengalami
“kecelakaan buang air besar” ini kecuali mungkin sesekali ketika terserang
diare parah. Tapi itu tidak berlaku bagi orang yang mengalami inkontinensia
tinja, kejadian BAB di celana itu berulang-ulang dan kronis.
Gejalanya antara lain :
a. Tidak dapat mengendalikan gas atau feses yang mungkin
cair atau padat dari perut
b. Mungkin tidak sempat ke toilet untuk BAB
D. Diagnosa dan Pengobatan
1. Diagnosa
Untuk menentukan diagnosis, dilakukan pemeriksaan
terhadap kemungkinan adanya kelainan struktur maupun kelainan saraf yang bisa
menyebabkan keadaan ini.
Termasuk di dalamnya adalah :
Termasuk di dalamnya adalah :
a. Pemeriksaan anus dan rektum
b. Memeriksa tingkat sensasi di sekeliling lubang anus
c. Pemeriksaan sigmoidoiskopi.
Mungkin juga diperlukan pemeriksaan fungsi saraf dan lapisan otot-otot
pelvis.
2. Pengobatan
Langkah pertama untuk memperbaiki keadaan ini adalah
berusaha untuk memiliki kebiasaan defekasi (buang air besar) yang teratur, yang
akan menghasilkan bentuk tinja yang normal. Melakukan perubahan pola makan,
berupa penambahan jumlah serat. Jika hal-hal tersebut diatas tidak membantu,
diberikan obat yang memperlambat kontraksi usus, misalnya loperamid.
Melatih otot-otot anus (sfingter) akan meningkatkan
ketegangan dan kekuatannya dan membantu mencegah kekambuhan. Dengan
biofeedback, penderita kembali melatih sfingternya dan meningkatkan kepekaan
rektum terhadap keberadaan tinja. Jika keadaan ini menetap, pembedahan dapat
membantu proses penyembuhan. Misalnya jika penyebabnya adalah cedera pada anus
atau kelainan anatomi di anus.
Pilihan terakhir adalah kolostomi, yaitu pembuatan
lubang di dinding perut yang dihubungkan dengan usus besar. Anus ditutup
(dijahit) dan penderita membuang tinjanya ke dalam kantong plastik yang
ditempelkan pada lubang tersebut.
E. Tindakan
Medis Menangani Inkontinesia Alvi
Tindakan medis yang dapat dilakukan adalah denagan
melakukan bowel training pada pasien penderita inkontinensia alvi.
=BOWEL
TRAINING=
A. Definisi
Bowel training adalah pelatihan usus
membantu untuk membangun kembali gerakan
usus normal pada orang yang menderita sembelit, diare, inkontinensia
alvi. Bowel
training (pelatihan defekasi) adalah program pelatihan yang dilakukan pada
klien yang mengalami inkontinensia usus atau tidak mampu mempertahankan kontrol
defekasi. Dalam bahasa sederhana bowel training bisa diartikan sebagai membantu
klien untuk melatih defekasi. Program ini dilakukan pada klien yang mengalami
masalah eliminasi feses yang tidak teratur.
Pada klien yang
mengalami konstipasi kronik, sering terjadi obstipasi / inkontinensia feses,
program bowel training dapat membantu mengatasinya. Program ini didasarkan pada
faktor dalam kontrol klien dan didesain untuk membantu klien mendapatkan
kembali defekasi normal. Program ini berkaitan dengan asupan cairan dan
makanan, latihan dan kebiasaan defekasi. Sebelum mengawali program ini, klien
harus memahaminya dan terlibat langsung. Secara garis besar program ini adalah
sebagai berikut :
Tentukan kebiasaan defekasi klien dan
faktor yang membantu dan menghambat defekasi normal.
Desain suatu rencana dengan klien yang
meliputi :
- Asupan cairan sekitar 2500 – 3000 cc/hari
- Peningkatan diet tinggi serat
- Asupan air hangat, khususnya sebelum waktu defekasi
- Peningkatan aktivitas / latihan
- Pertahankan hal-hal berikut secara rutin harian selama 2 – 3 minggu :
Berikan suppository katarsis (seperti
dulcolax) 30 menit sebelum waktu defekasi klien untuk merangsang
defekasi.
B. Tujuan bowel training
Ada beberapa tujuan dilakukannya bowel
training pada klien yang memiliki masalah eliminasi feses yang tidak teratur,
antara lain sebagai berikut:
· Program bowel taraining dapat membantu klien mendapatkan defekasi yang
normal. Terutama klien yang masih memiliki
control newromuskular (Doughty, 1992).
· Melatih defekasi secara rutin pada klien yang mengalami gangguan pola
eliminasi feses atu defekasi.
C.
Indikasi
Bowel training dilakukan pada klien dengan inkontinensia
usus (tidak mampu mengontrol pengeluran feses secara normal), membantu klien
mendapatkan defekasi yang normal dan rutin.
D. Kontraindikasi
Klien dengan diare
E. Program Latihan Bowel Training
Persiapan
a. Persiapan pelaksanaan (termasuk alat dan bahan)
·
Merencanakan waktu
·
Menyiapkan obat-obat yang diperlukan
·
Menyiapkan menu makanan yang dianjurkan
b. Persiapan Klien
·
Menanyakan identitas klien dan mengkaji masalah klien
·
Menjaga privasi klien
Langkah kerja
1.
Memilih waktu sesuai pola klien untuk memulai tindakan
pengontrolan defekasi. Sebuah program pelatihan usus perlu terjadi pada waktu
yang sama setiap hari. Tujuannya adalah untuk menetapkan waktu yang rutin dan
dapat diprediksi untuk penghapusan. Waktu harus nyaman dan tidak terburu-buru.
Perencanaan program ini setelah makan memungkinkan seseorang untuk mengambil
keuntungan dari gerakan gelombang seperti itu mendorong bahan kotoran melalui
usus ke rektum, yang terjadi 20-30 menit setelah makan
2.
Memberikan pelunak feses secara oral setiap hari atau
suatu supositoria katartik (seperti dulkolax) sekurang-kurangnya setengah jam
sebelum waktu defekasi yang dipilih (kolon bagian bawah harus bebas dari feses
sehingga supositoria menyentuh mukosa usus).
3.
Menawarkan minuman panas (teh panas) atau jus buah
(jus prune) (atu cairan apapun yang secara normal menstimulasi peristaltic
klien) sebelum waktu defekasi. Sebuah stimulus dari beberapa jenis mungkin
diperlukan untuk membantu mengosongkan rektum. stimulus akan bervariasi dari
individu ke individu. Stimulus menciptakan peristaltik atau gerakan
gelombang-live dari usus besar. Minuman makan atau panas dapat merangsang klien
melkukan defekasi.
4.
Membantu klien ke toilet pada waktu yang telah
ditetapkan.
5.
Menjaga privasi dan menetapkan batas waktu untuk
defekasi (15-20 menit).
6.
Menginstrusikan klien untuk menegakkan badan pada
pinggul saat diatas toilet untuk tekanan manual dengan menggunakan kedua tangan
pada abdomen dan untuk mengedan tetapi jangan mengedan untuk menstimulasi
pengosongan kolon.
7.
Tidak mengkritik atau membuat klien frustasi jika ia
gagal melakukan defekasi.
8.
Menyediakan makanan yang mengandung cairan dan serat
yang adekuat secara teratur. Misalnya biji-bijian, kacang-kacangan, buah-buahan
segar, dan sayuran. Dengan meningkatnya serat maka penting untuk minum cukup
cairan. Jika asupan cairan tidak memadai, tinja menjadi keras karena kurang air
dan masih dipertahankan dalam usus besar. Jumlah serat dan cairan diperlukan
untuk fungsi usus yang optimal bervariasi antara masing-masing individu.
9.
Mempertahankan latihan normal sesuai kemampuan fisik
klien.
10.
Berikan umpan balik positif kepada klien yang telah
berhasil defekasi. Hindari negatif
feedback jika klien gagal. Banyak klien memerlukan waktu dari minggu sampai
bulan untuk mencapai keberhasilan
DAFTAR PUSTAKA
Bartz S. Constipation
and fecal incontinence. In: Ham RJ, Sloane PD, Warshaw GA, BernardMA, Flaherty
E, eds.
Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep,
Proses, dan Praktik;. Volume 2. Jakarta
: EGC.
Smeltzer, C. Suzanne. 2001. Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Volume 2. Jakarta: EGC.
0 komentar:
Posting Komentar