Selasa, 22 April 2014

-06- ELIMINASI ALVI, INKONTINENSIA URINE DAN BOWEL TRAINING


=ELIMINASI ALVI (BOWEL)=

A.  Definisi
Eliminasi bowel (alvi) adalah pembuangan sisa metabolisme makanan dari dalam tubuh yang tidak dibutuhkan lagi dalam bentuk bowel (feses). Organ-organ yang berperan dalam pembuangan. eleminasai bowel adalah Saluran Gastrointestinal yang dimulai dari mulut sampai anus.

B. Dalam proses defekasi terjadi dua macam refleks yaitu :
1.  Refleks defekasi intrinsic Refleks ini berawal dari feses yang masuk rectum yang kemudian menyebabkan rangsangan pada fleksus ingentikus dan terjadilah gerakan  peristaltik. Setelah  feses tibadi anus secara sistematis spingter interna relaksasi maka terjadi defekasi.
2.  Refleks Defekasi Parasimpatis Feses yang masuk ke rectum akan merangsang saraf rectum yang kemudian diteruskan ke spinal coral,dan dari sini kemudian dikembalikan  ke kolon desenden,sigmoid dan rectum yang menyebabkan intensifnya peristaltik. Relaksasi spinter internamaka terjadilah defekasi. Dorongan feses juga dipengaruhi oleh kontrol abdomen, disfragma, dan kontraksi otot.

=INKONTINENSIA ALVI=

A.  Definisi
Inkontinensia alvi (inkontinensia feses) adalah ketidakmampuan untuk mengontrol buang air besar, menyebabkan tinja (feses) keluar tak terduga dari anus. Inkontinensia alvi juga disebut inkontinensia usus. Inkontinensia alvi berkisar dari terjadi sesekali saat duduk hingga sampai benar-benar kehilangan kendali.

B.  Etiologi
Penyebab utama timbulnya inkontinensia alvi adalah masalah sembelit, diare, penggunaan pencahar yang berlebihan, gangguan saraf seperti demensia dan strok serta gangguan kolorektum seperti diare, neuropati diabetik, dan kerusakan sfingter rektum.
Inkontinensia alvi bisa terjadi karena sfingter anus yang lemah dikaitkan dengan penuaan atau cedera pada saraf dan otot-otot rektum dan anus.
Inkontinensia alvi bisa terjadi selama serangan diare atau jika feses yang keras terperangkap di rektum (impaksi tinja).
Inkontinensia alvi yang menetap bisa terjadi pada :
a.  orang yang mengalami cedera anus atau urat saraf tulang belakang
b.  prolapsus rektum (penonjolan lapisan rektum melalui anus)
c.  pikun
d.  cedera neurologis pada kencing manis
e.   tumor anus
f.   cedera di panggul karena persalinan.

Penyebab inkontinensia feses dapat dibagi dalam 4 kelompok ( Brocklehurst dkk,1987, kane dkk,1989 ) adalah;
a.  Inkontinensia Feses Akibat Konstipasi
·    Obstipasi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan sumbatan/impaksi dari masa feses yang keras (skibala). Masa feses yang tidak dapat keluar ini akan menyumbat lumen bawah dari anus dan menyebabkan perubahan dari besarnya sudut ano rektal. Kemampuan sensor menumpul dan tidak dapat membedakan antara flatus, cairan atau feses. Akibatnya feses yang cair akan merebes keluar.
·    Skibala yang terjadi dapat juga menyebabkan iritasi pada mukosa rektum dan terjadi produksi cairan dan mukus, yang selanjutnya melalui sela-sela dari feses yang impaksi akan keluar dan terjadi inkontinensia feses.

b.  Inkontinensia Feses Simtomatik
·    inkontinensia feses simtomatik dapat merupakan penampilan klinis dari macam-macam kelainan patologis yang dapat menyebabkan diare. Keadaan ini mungkin dipermudah dengan adanya perubahan berkaitan dengan bertambahnya usia dari proses kontrol yang rumit pada fungsi sfingter terhadap feses yang cair, dan gangguan pada saluran anus bagian atas dalam membedakan flatus dan feses yang cair.
·    Penyebab yang paling umum dari diare pada usia lanjut adalah obat-obatan antara lain yang mengandung unsur besi atau memang akibat obat pencahar

c.   Inkontinensia Feses Akibat Gangguan Kontrol Persyarafan Dari Proses Defekasi (Inkontinensia Neurogenik)
     Inkontinensia neurogenik terjadi akibat gangguan fungsi menghambat dari korteks serebri saat terjadi regangan/distensi rektum. Proses normal dari defekasi melalui refleks gastro-kolon. Beberapa menit setelah makanan sampai di lambung, akan menyebabkan pergerakan feses dari kolon desenden ke arah rektum. Distensi rektum akan diikuti relaksasi sfingter interna. Dan seperti halnya kandung kemih, tidak terjadi kontraksi intrinsik dari rektum pada orang dewasa normal, karena adanya inhibisi atau hambatan dari pusat di korteks serebri.

d.  Inkontinensia Feses Akibat Hilangnya Refleks Anal
·    Inkontinensia feses terjadi akibat hilangnya refleks anal, disertai kelemahan otot-otot seran lintang.
-       Parks, Henry dan Swash dalam penelitiannya (seperti dikutip oleh Brocklehurst dkk,1987), menunjukkan berkurangnya unit-unit yang berfungsi motorik pada otot-otot daerah sfingter dan purbo rektal. Keadaan ini menyebabkan hilangnya refleksi anal, berkurangnya sensasi pada anus disertai menurunnya tonus anus. Hal ini dapat berakibat inkontinensia feses pada peningkatan tekanan intraabdomen dan prolaps dari rektum.

C.  Patofisiologi
Gejala bisa berupa merembesnya feses cair yang disertai dengan buang gas dari dubur atau penderita sama sekali tidak dapat mengendalikan keluarnya feses. Umumnya,orang dewasa tidak mengalami “kecelakaan buang air besar” ini kecuali mungkin sesekali ketika terserang diare parah. Tapi itu tidak berlaku bagi orang yang mengalami inkontinensia tinja, kejadian BAB di celana itu berulang-ulang dan kronis.
Gejalanya antara lain :
a.   Tidak dapat mengendalikan gas atau feses yang mungkin cair atau padat dari perut
b.   Mungkin tidak sempat ke toilet untuk BAB

D. Diagnosa dan Pengobatan
1.  Diagnosa
Untuk menentukan diagnosis, dilakukan pemeriksaan terhadap kemungkinan adanya kelainan struktur maupun kelainan saraf yang bisa menyebabkan keadaan ini.
Termasuk di dalamnya adalah :
a. Pemeriksaan anus dan rektum
b. Memeriksa tingkat sensasi di sekeliling lubang anus
c. Pemeriksaan sigmoidoiskopi.
Mungkin juga diperlukan pemeriksaan fungsi saraf dan lapisan otot-otot pelvis.

2. Pengobatan
Langkah pertama untuk memperbaiki keadaan ini adalah berusaha untuk memiliki kebiasaan defekasi (buang air besar) yang teratur, yang akan menghasilkan bentuk tinja yang normal. Melakukan perubahan pola makan, berupa penambahan jumlah serat. Jika hal-hal tersebut diatas tidak membantu, diberikan obat yang memperlambat kontraksi usus, misalnya loperamid.
Melatih otot-otot anus (sfingter) akan meningkatkan ketegangan dan kekuatannya dan membantu mencegah kekambuhan. Dengan biofeedback, penderita kembali melatih sfingternya dan meningkatkan kepekaan rektum terhadap keberadaan tinja. Jika keadaan ini menetap, pembedahan dapat membantu proses penyembuhan. Misalnya jika penyebabnya adalah cedera pada anus atau kelainan anatomi di anus.
Pilihan terakhir adalah kolostomi, yaitu pembuatan lubang di dinding perut yang dihubungkan dengan usus besar. Anus ditutup (dijahit) dan penderita membuang tinjanya ke dalam kantong plastik yang ditempelkan pada lubang tersebut.

E.  Tindakan Medis Menangani Inkontinesia Alvi
Tindakan medis yang dapat dilakukan adalah denagan melakukan bowel training pada pasien penderita inkontinensia alvi.

=BOWEL TRAINING=
A.  Definisi
Bowel training adalah  pelatihan usus membantu untuk membangun  kembali gerakan usus normal pada orang  yang  menderita sembelit, diare, inkontinensia alvi. Bowel training (pelatihan defekasi) adalah program pelatihan yang dilakukan pada klien yang mengalami inkontinensia usus atau tidak mampu mempertahankan kontrol defekasi. Dalam bahasa sederhana bowel training bisa diartikan sebagai membantu klien untuk melatih defekasi. Program ini dilakukan pada klien yang mengalami masalah eliminasi feses yang tidak teratur.

Pada klien yang mengalami konstipasi kronik, sering terjadi obstipasi / inkontinensia feses, program bowel training dapat membantu mengatasinya. Program ini didasarkan pada faktor dalam kontrol klien dan didesain untuk membantu klien mendapatkan kembali defekasi normal. Program ini berkaitan dengan asupan cairan dan makanan, latihan dan kebiasaan defekasi. Sebelum mengawali program ini, klien harus memahaminya dan terlibat langsung. Secara garis besar program ini adalah sebagai berikut :
Tentukan kebiasaan defekasi klien dan faktor yang membantu dan menghambat defekasi normal.
Desain suatu rencana dengan klien yang meliputi :
-  Asupan cairan sekitar 2500 – 3000 cc/hari 
-  Peningkatan diet tinggi serat
-  Asupan air hangat, khususnya sebelum waktu defekasi
-  Peningkatan aktivitas / latihan
-  Pertahankan hal-hal berikut secara rutin harian selama 2 – 3 minggu :
Berikan suppository katarsis (seperti dulcolax) 30 menit sebelum waktu defekasi klien untuk merangsang defekasi. 

B. Tujuan bowel training
     Ada beberapa tujuan dilakukannya bowel training pada klien yang memiliki masalah eliminasi feses yang tidak teratur, antara lain sebagai berikut:
 ·  Program bowel taraining dapat membantu klien mendapatkan defekasi yang normal. Terutama klien      yang masih memiliki control newromuskular (Doughty, 1992).
 ·   Melatih defekasi secara rutin pada klien yang mengalami gangguan pola eliminasi feses atu defekasi.


C.  Indikasi
Bowel training dilakukan pada klien dengan inkontinensia usus (tidak mampu mengontrol pengeluran feses secara normal), membantu klien mendapatkan defekasi yang normal dan rutin.

D.  Kontraindikasi
Klien dengan diare

E.       Program Latihan Bowel Training
Persiapan
a.    Persiapan pelaksanaan (termasuk alat dan bahan)
·      Merencanakan waktu
·      Menyiapkan obat-obat yang diperlukan
·      Menyiapkan menu makanan yang dianjurkan
b.   Persiapan Klien
·      Menanyakan identitas klien dan mengkaji masalah klien
·      Menjaga privasi klien

Langkah kerja
1.        Memilih waktu sesuai pola klien untuk memulai tindakan pengontrolan defekasi. Sebuah program pelatihan usus perlu terjadi pada waktu yang sama setiap hari. Tujuannya adalah untuk menetapkan waktu yang rutin dan dapat diprediksi untuk penghapusan. Waktu harus nyaman dan tidak terburu-buru. Perencanaan program ini setelah makan memungkinkan seseorang untuk mengambil keuntungan dari gerakan gelombang seperti itu mendorong bahan kotoran melalui usus ke rektum, yang terjadi 20-30 menit setelah makan
2.        Memberikan pelunak feses secara oral setiap hari atau suatu supositoria katartik (seperti dulkolax) sekurang-kurangnya setengah jam sebelum waktu defekasi yang dipilih (kolon bagian bawah harus bebas dari feses sehingga supositoria menyentuh mukosa usus).
3.        Menawarkan minuman panas (teh panas) atau jus buah (jus prune) (atu cairan apapun yang secara normal menstimulasi peristaltic klien) sebelum waktu defekasi. Sebuah stimulus dari beberapa jenis mungkin diperlukan untuk membantu mengosongkan rektum. stimulus akan bervariasi dari individu ke individu. Stimulus menciptakan peristaltik atau gerakan gelombang-live dari usus besar. Minuman makan atau panas dapat merangsang klien melkukan defekasi.
4.        Membantu klien ke toilet pada waktu yang telah ditetapkan.
5.        Menjaga privasi dan menetapkan batas waktu untuk defekasi (15-20 menit).
6.        Menginstrusikan klien untuk menegakkan badan pada pinggul saat diatas toilet untuk tekanan manual dengan menggunakan kedua tangan pada abdomen dan untuk mengedan tetapi jangan mengedan untuk menstimulasi pengosongan kolon.
7.        Tidak mengkritik atau membuat klien frustasi jika ia gagal melakukan defekasi.
8.        Menyediakan makanan yang mengandung cairan dan serat yang adekuat secara teratur. Misalnya biji-bijian, kacang-kacangan, buah-buahan segar, dan sayuran. Dengan meningkatnya serat maka penting untuk minum cukup cairan. Jika asupan cairan tidak memadai, tinja menjadi keras karena kurang air dan masih dipertahankan dalam usus besar. Jumlah serat dan cairan diperlukan untuk fungsi usus yang optimal bervariasi antara masing-masing individu.
9.        Mempertahankan latihan normal sesuai kemampuan fisik klien.
10.    Berikan umpan balik positif kepada klien yang telah berhasil defekasi. Hindari negatif feedback jika klien gagal. Banyak klien memerlukan waktu dari minggu sampai bulan untuk mencapai keberhasilan

DAFTAR PUSTAKA
Bartz S. Constipation and fecal incontinence. In: Ham RJ, Sloane PD, Warshaw GA, BernardMA, Flaherty E, eds.
Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, dan Praktik;. Volume 2. Jakarta : EGC.
Smeltzer, C. Suzanne. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Volume 2. Jakarta: EGC.

0 komentar: